Terkini
- KPID Prov Kepri Sosialisasi di Kabupaten Anambas
- KPID Kepri Gelar Workshop Literasi Media
- Hamdani SSos, Komisioner KPID Kepri
- KPID Kepri Ikuti Bimtek Pengawasan Konten
- Dua Frekwensi Radio di Tpi Digeser
Agenda KPID
- KEGIATAN KPID KEPRI JANUARI S/D APRIL 2013
- Kegiatan KPID Kepri April s/d Juni 2012
- Kegiatan KPID Kepri Januari s/d Maret 2012
- Jamhur Poti, Ketua KPID Kepri
- LP (Mulai) Bangkit Lagi
Jakarta - Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) siap beradu fakta, data, argumentasi hukum, perihal penyimpangan Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dalam sidang uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (10/1/2012). Sejumlah saksi ahli disiapkan agar uji materiil tersebut dapat dikabulkan MK.
KIDP berharap kedua pasal itu tidak bisa lagi ditafsirkan serampangan oleh Kemenkominfo maupun masyarakat. "KIDP meminta kepada pemerintah untuk mengembalikan dunia penyiaran pada khitahnya, yaitu penyiaran yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keberagaman," kata koordinator KIDP, Eko Maryadi, dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (8/1/2012).
Saksi ahli yang telah disiapkan, di antaranya Prof Priyatna Abdul Rasjid selaku Direktur Kehormatan International Institute of Space Law, Alwi Dahlan selaku mantan Menteri Penerangan, Ikhlasul Amal selaku mantan Rektor UGM, dan Paulus Widiyanto selaku mantan Ketua Pansus RUU Penyiaran.
Sebagaimana diketahui, KIDP menganggap kedua pasal itu telah disalahtafsirkan oleh Kemenkominfo sehingga terjadi penguasaan kepemilikan dan pemindahtanganan frekuensi penyiaran oleh segelintir orang. Hal itu berpotensi membatasi, mengurangi kebebasan warga negara dalam menyatakan pendapat, memperoleh informasi dan hak berekspresi, sehingga bertentangan dengan Pasal 28 F dan Pasal 33 UUD 1945.
"Kami mendesak kepada pemerintah untuk melakukan law enforcement. Ini bukan kegiatan yang ujuk-ujuk, tapi sudah sejak lama. KIDP juga sudah mengirimkan surat kepada Presiden, Menkominfo, dan DPR berisi kepentingan publik sangat terancam dengan kepemilikan frekuensi terpusat. Pemerintah harus segera menangani masalah ini secara serius," ungkap Paulus.
Bukan untuk jegal industri
Pada kesempatan yang sama, Eko Item Maryadi mengatakan, judicial review tersebut bukan semata-mata merupakan sikap antipati terhadap dunia industri penyiaran. Menurutnya, tanpa peran serta kalangan industri, dunia penyiaran nasional tidak akan berkembang seperti sekarang.
"KIDP memandang bahwa yang perlu diluruskan dalam ajuan judicial review adalah mengembalikan dunia penyiaran ke ranah yang demokratis, bukan untuk menjegal kalangan industri," ujar Eko.
Dikatakannya, selama ini dunia penyiaran yang berkembang jauh dari kesan tersebut. Misalnya, kata Eko, rendahnya mutu siaran, terlalu menonjolkan aspek hiburan dan komersial, mengumbar sensasi dan selera rendah publik melalui tayangan kekerasan, pornografi, dan kehidupan pribadi figur-figur tertentu. Hal itu, lanjut dia, jauh dari watak televisi yang mendidik dan bisa menjadi panutan masyarakat.
Eko berpendapat buruknya mutu siaran televisi saat ini disebabkan sumber daya manusia, persaingan bisnis politik, dan kepemilikan yang terbatas.
"Secara faktual, dunia penyiaran saat ini dikuasai oleh segelintir orang dan korporasi yang sarat dengan kepentingan bisnis dan politik. Menggunakan ranah penyiaran untuk mengeruk keuntungan ekonomi, tanpa memikirkan kualitas isi penyiaran. Ini terbukti dari buruknya kualitas siaran televisi saat ini," kata Eko.
Eko menambahkan, KIDP meminta kepada pemerintah untuk mengembalikan dunia penyiaran pada khitahnya, yaitu penyiaran yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keberagaman. Sebagai langkah awalnya, KIDP memulai dengan melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi.Red dari Tribunnews