Terkini
- Dua Frekwensi Radio di Tpi Digeser
- Kepri Perlu Bentuk Komisi Daerah Perbatasan
- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kepri, Rabu (18/1) berkunjung ke redaksi Batam Pos di Gedung Graha Pena, Batam Centre.
- KPID Kepri Kunjungi Media Elektronik
- Perlu Ada Komitmen Dari Anggota KPI Daerah Bengkulu Terpilih
Agenda KPID
"Ada kecenderungan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang semula pemeran utama menjadi pemeran pembantu, "ujar Ida Bagus Radendra, Anggota KPI Daerah Bali menyikapi isu revisi UU no. 32 tentang Penyiaran,dalam Rakornas KPI, 6 Juli 2010, di Bandung. Radendra menduga ada kecenderungan menghidupkan kembali menjadi Deppen (Departemen Penerangan) zaman dulu.
Radendra menambahkan, KPI adalah ikon penyiaran, "Saya harapkan ada pernyataan bersama bahwa pasal 7 ayat 2 UU Penyiaran harus diamankan dan dikunci, krn itu semua dasar dari kewenangan KPI", ujar Radendra. Pasal 7 ayat 2 UU Penyiaran berbunyi, "KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran”.
Namun, tudingan ini dibantah oleh Henri Subiakto, Staf Ahli Kemenkominfo, yang menyatakan bahwa tujuan revisi justru untuk memperkuat kelembagaan KPI dan Lembaga Penyiaran Publik. Salahsatunya menurut Henri, salahsatu kewenangan KPI yang diperkuat dalam revisi ini adalah peran KPI dalam survei kepemirsaan (rating). "Nanti KPI akan mempunyai kewenangan untuk mengaudit rating yang saat ini masih bersifat monopolistik", tegas Henri. Bahkan menurut Henri, rencananya pemerintah dalam revisi UU Penyiaran ini untuk memperkuat kelembagaan KPI terutama dalam hubungan antara KPI Pusat dengan KPI Daerah.
Diskusi yang dipandu oleh Azimah Subagyo, anggota KPI Pusat, makin hangat ketika Paulus Widiyanto, tokoh penyiaran yang membidani lahirnya UU Penyiaran memberikan presentasinya sehubungan dengan revisi. Paulus mengingatkan perlunya diperjelas rumusan yang belum final, ambigu dan tidak tegas dalam UU Penyiaran. Misalnya, mengenai lembaga negara independen pengatur penyiaran, sistem penyiaran nasional, Sistem Stasiun Jaringan (SSJ), wilayah pasar penyiaran, pemusatan kepemilikan, monopoli dan kepemilikan silang.
Selain masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, Paulus menambahkan, revisi UU Penyiaran juga harus memperhatikan geografi perundang-undangan yang berkaitan dengan penyiaran. Contohnya, UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU Hak Asasi manusia, UU Telekomunikasi, UU Hak Cipta, UU Pers, UU Pemerintahan Daerah, UU Penanaman Modal, UU Keterbukaan Informasi, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Perfilman dan UU Meteorologi.
Sedangkan pembicara lainnya, M Riyanto, Anggota KPI Pusat yang juga menjadi narasumber dalam kesempatan ini menyampaikan bahwa revisi ini berimplikasi pada kewenangan kebijakan publik. Untuk itu, revisi ini harus memenuhi kebutuhan dan kepastian hukum mengenai SSJ dan sistem desentralisasi penyiaran. Pernyataan Riyanto disambut oleh M. Zein al Faqih, Anggota KPI Daerah Jawa Barat.
Menurutnya, hal ini harus diperhatikan karena kecenderungan ini ditunjukkan oleh tidak seriusnya pemerintah menyusun peta frekuensi untuk LP komunitas serta membentuk Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Lokal di daerah. Ini disebabkan adanya kekhawatiiran dari pemerintah di daerah bahwa LPP Lokal itu tidak akan dapat dijadikan sebagai corong lagi karena telah mejadi milik publik. Karena itu Pemda juga lebih condong mempertahankan keberadaan RSPD (Radio Siaran Pemerintah Daerah) karena dianggap lebih menguntungkan secara politik. Untuk menunjukkan keseriusannya, pemerintah diminta menurunkan kanal radio komunitas di Jakarta dan berbagai daerah yang digunakan bukan untuk peruntukannya. "Contohnya adalah frekuensi 107,8 yang dipakai radio Suara Metro di Jakarta sampai masuk ke Bekasi, padahal alokasinya di bekasi adalah untuk radio komunitas di Jakarta dan Jawa Barat", tegas Zein.
Sedangkan nara sumber terakhir Sidki Wahab, Ketua PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia) mempresentasikan hambatan bagi radio yang berada di wilayah wilayah terpencil. "Radio biasanya dimulai dari usaha yang kecil bahkan dari rumah tangga, jadi aturan yang ada terkadang sulit diimplementasikan di radio,"ucap Sidki. Mantan anggota DPR ini menginginkan agar revisi UU Penyiaran juga memikirkan jalan keluar mengenai kesulitan di daerah daerah.
Isu revisi UU Penyiaran memang menjadisalah satu tema yang dibahasa dalam sidang Pleno pertama Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2010. karena sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2010.
Acara Rakornas ini dibuka secara resmi oleh Ketua KPI Pusat, Dadang Rahmat Hidayat kemudian dilanjutkan dengan ditandanganinya Memorandum of Understanding (MoU) antara KPI dengan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) dan lepas sambut Anggota KPI Pusat masa jabatan 2007-2010.Red/SH