1
Featured

SMS PENGADUAN

Joomla Random Flash Module by DART Creations

CALL CENTER

Joomla Random Flash Module by DART Creations

Facebook Fans

News Flash

P3 SPS 2009

 

Read more...

Login Form

Twitter
 

Wacana penggabungan dua undang-undang menjadi satu, UU Penyiaran dan UU ITE, mulai banyak dibahas. Semakin derasnya arus informasi dan juga perkembangan teknologi, dianggap menjadi salah satu faktor digelindingkannya wacana mengenai penggabungan ke dua UU tersebut. Lantas, bagaimana jika kolaborasi tersebut melibat tiga produk hukum yang ada, (UU Penyiaran, UU ITE dan UU Telekomunikasi), tentunya akan jauh lebih baik.

 

Adalah anggota KPI Pusat, Muhammad Izzul Muslimin, yang pertama kali melontarkan soal penggabungan ke tiga UU tersebut menjadi satu. Padahal, ketika itu, dirinya hanya dimintai komentar soal gencarnya wacana mengenai penggabungan antara UU Penyiaran dan UU ITE. Secara singkat, kata beliau, ke tiga UU tersebut memiliki chemistry untuk jadi satu bagian produk hukum.

“Kalau saya justru mengusulkan tidak hanya UU ITE dan UU Penyiaran yang digabung, ada satu UU lagi yang menurut saya bisa digabungkan jadi satu yakni UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi,” usul Izzul sembari berlalu.

Dilain waktu, menanggapi adanya wacana kolaborasi ke tiga UU tersebut, anggota KPI Pusat Mochamad Riyanto, dalam obrolan ringan ba’da Ashar di kantor KPI Pusat, Kamis (4/2), menyatakan dukungannya. Menurutnya, penggabungan ke tiga UU tersebut (UU Penyiaran, UU ITE dan UU Telekomunikasi) akan mampu meminimalisir adanya tumpang tindih pengaturan yang sering terjadi sekarang.

“Itu sangat baik dan saya setuju dengan usul pak Izzul. Dengan begitu, tidak ada lagi tumpang tindih antara satu produk hukum dangan produk hukum yang lain dalam pengaplikasian pengaturan karena ke tiga aturan tersebut sudah menjadi satu produk hukum,” ungkap Riyanto.

Selain itu, sejumlah gambaran khususnya mengenai perkembangan teknologi yang terjadi sekarang disampai kan Riyanto. Menurutnya, laju perkembangan teknologi sangat cepat dan itu secara otomotis menciptakan arus informasi yang cepat pula. Karenanya, perkembangan teknologi seperti  teknologi multimedia, sudah tidak lagi dibatasi dengan batasan ruang.

“Saat ini, kita sudah bisa mendengarkan siaran radio lewat streaming di internet dan itu bisa kita akses dari mana saja. Misalnya, ketika saya sedang berada di Papua, tapi saya ingin mendengarkan siaran radio asal Semarang, tidak ada batasan lagi kan pada saat saya membuka internet dan mendengarkan siaran radio tersebut dan siapa yang melarang. Demikian halnya dengan siaran televisi yang sudah bisa diakses melalui teknologi tersebut,” papar Riyanto.

Riyanto secara ringan juga menjelaskan mengenai batasan-batasan aturan yang terdapat dalam UU Telekomunikasi. Di dalam UU tersebut, wilayah jangkauan siaran untuk lembaga penyiaran dibatasi oleh wilayah layanan siaran. Sedangkan, jangkauan siaran dalam teknologi multimedia sudah tidak lagi mengenai batasan wilayah layanan siaran dan itu tidak diatur dalam UU Telekomunikasi.

Lebih dalam, ahli hukum asal Semarang dan juga dosen di Untag, menjabarkan soal aturan konten siarannya. Dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, soal konten sangat jelas di atur dalam produk hukum tersebut. Biasanya, konten yang disiarkan melalui lembaga penyiaran dikelola secara manajemen dan terstruktur dan itu sangat dan bisa dipertanggungjawabkan.

Adapun untuk konten yang disiarkan melalui multimedia tidak seperti itu. Pasalnya, masyarakat atau perorangan bisa membuat dan mengolah sendiri menurut kreatifitas mereka. Mereka juga bisa secara mudah mendistribusikan kreatifitasnya seperti melalui facebook atau produk multimedia lainnya secara luas serta tanpa batas.

Di akhir perbicangan, Riyanto menegaskan soal pentingnya pelayanan yang cepat agar masyarakat bisa mendapat informasi yang diinginkan secara cepat juga. Untuk itu, nantinya diharapkan dengan penggabungan ke tiga produk ini bisa memberikan kecepatan layanan tersebut